Kajian Penurunan Status Perlindungan Ikan Belida Jawa (Notopterus notopterus)

Kajian Penurunan Status Perlindungan Ikan Belida Jawa (Notopterus notopterus)

Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), bekerja sama dengan Food and Agriculture Organization (FAO) dan Yayasan TAKA, mengadakan pertemuan  “Policy Brief: Pembahasan Reviu Status Perlindungan Ikan Belida” untuk membahas penurunan status perlindungan ikan belida Notopterus notopterus (belida Jawa) dari yang awalnya berstatus “perlindungan penuh” menjadi “perlindungan terbatas”. 

Ikan belida (Chitala spp.) merupakan ikan primitif air tawar yang saat ini berstatus dilindungi secara penuh oleh pemerintah melalui regulasi Peraturan Menteri Pertanian tahun 1980 dan diperkuat melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 1 tahun 2021. Di Indonesia, terdapat empat spesies belida yang merupakan hewan native Indonesia, yaitu Chitala hypselonotus (belida Sumatera), C. lopis (belida lopis), C. borneensis (belida Borneo).dan Notopterus notopterus (belida Jawa). 

Meskipun kini statusnya masih dilindungi penuh, tetapi ikan belida masih banyak ditemukan di pasaran karena nilai jualnya yang tinggi dan dimanfaatkan untuk dikonsumsi sebagai ikan segar ataupun sebagai bahan makanan olahan. Data Sukemi et al. (2016) menunjukkan, komoditi belida yang diperjualbelikan di pasaran dapat mencapai 4 ton per bulan atau sekitar 135-150 kg/hari. 

Berdasarkan data statistik KKP 2010-2020, ikan belida jawa banyak dimanfaatkan di sekitar habitat disribusinya. Ikan ini paling banyak dimanfaatkan di Pulau Kalimantan dan Sumatera. Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sumatera Selatan, dan Riau menjadi wilayah utama pemanfaatan belida, baik untuk konsumsi segar maupun diolah menjadi makanan olahan. 

Tingginya kebutuhan konsumsi ini menjadi dasar pelaksanaan kegiatan policy brief untuk mengkaji kembali status perlindungan ikan belida. Diperlukan evaluasi mendalam untuk menyeimbangkan antara kelestarian sumber daya dan kebutuhan masyarakat.

Gambar 1. Pertemuan policy brief di Bogor

Pertemuan terkait pembahasan draft policy brief dan naskah analisa kebijakan status perlindungan belida Jawa dilaksanakan dalam dua tahap, dimana pertemuan pertama berlangsung di Bogor selama dua hari pada tanggal 25 & 26 Maret 2024 dan dilanjutkan dalam pertemuan kedua di Gedung Mina Bahari III, Jakarta pada tanggal 20 Juni 2024.

Pertemuan ini merupakan pertemuan lanjutan yang difasilitasi oleh Yayasan TAKA setelah dilakukan penyusunan Rencana Aksi Nasional terhadap Ikan Belida. Pertemuan sebelumnya ini berlangsung di Riau ditingkat daerah dan di Bandung ditingkat nasional. Klik disini untuk membaca artikel kegiatan penyusunan RAN Belida.

Kegiatan Policy Brief I di Bogor dihadiri oleh total 23 peserta (14L/9P) dari Direktorat Konservasi Ekosistem dan Biota Perairan (KEBP-KKP), BRIN, LPSPL Serang, BPSPL Pontianak, Padang, dan Denpasar. Sedangkan, pertemuan lanjutan dilaksanakan di Jakarta secara luring dan daring dihadiri oleh total 19 (11L/8P) peserta dari KEBP-KKP, FAO, BPSPL Padang dan Pontianak.

Gambar 2. Pertemuan Policy Brief Lanjutan di Jakarta

Dalam pertemuan ini, draft policy brief dan naskah analisa kebijakan dibuat dan dipresentasikan oleh Bapak Akhmad Solihin, dosen Institut Pertanian Bogor yang bekerjasama dengan Yayasan TAKA sebagai ahli dan legal drafter untuk program ini. Kedua dokumen ini memuat poin-poin, data serta referensi ilmiah yang mendukung untuk peninjauan ulang status perlindungan ikan belida, khususnya N. notopterus. 

Diskusi pembahasan draft policy brief dan naskah kebijakan menghasilkan informasi tambahan dan saran yang dapat ditambahkan untuk menyempurnakan dokumen ini. Perwakilan BPSPL Pontianak memberikan informasi penting bahwa belida Jawa memiliki distribusi yang luas dan banyak diperjualbelikan di pasar tradisional Kalimantan. Tambahan informasi dari BPSPL Padang, belida Jawa juga ditemukan di perairan Pulau Sumatera. Hasil tangkapan banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku pempek — makanan khas Palembang berupa olahan ikan, makanan ini menjadi tradisi untuk sarapan masyarakat Palembang.

Informasi tambahan yang didapatkan dari perwakilan LPSPL Serang, saat ini sudah ada pengumpulan data terkait belida. Dan dari informasi ini dapat diolah dan ditambahkan dalam draft policy brief dan naskah analisa kebijakan. Melalui perbaikan dan penambahan data stok dan beberapa substansi diharapkan dapat memperkuat dokumen ini agar dapat menjadi landasan yang kuat untuk pertimbangan dalam membentuk kebijakan, terutama terkait penurunan status ikan belida N. notopterus

(Putri Nadhira)


Sumber: 
Sukemi., Hendrik., & Hendri., R. (2016). Pemasaran ikan air tawar di Pasar Teratak Buluh Kecamatan Siak Hulu Kabupaten Kampar Provinsi Riau. P.12.
Statistik KKP, Produksi Perikanan.

%d blogger menyukai ini: