Dampak Peraturan Menteri (PerMen) terhadap Nelayan Kepiting Bakau di Desa Mojo, Pemalang, Jawa Tengah

Dampak Peraturan Menteri (PerMen) terhadap Nelayan Kepiting Bakau di Desa Mojo, Pemalang, Jawa Tengah

Dalam upaya melestarikan dan melindungi sumberdaya laut, Menteri Kelautan Perikanan Susi Pudjiastuti mengeluarkan Peraturan Menteri KP Nomor 1 Tahun 2015 yang menetapkan batas ukuran tangkap pada beberapa komoditas seperti lobster, kepiting bakau, dan rajungan. Pada peraturan tersebut dijelaskan juga detail ukuran yang diperbolehkan untuk ditangkap, antara lain :

  1. Untuk ukuran lobster yang boleh ditangkap adalah di atas (>) 8 cm atau setara 300 gram
  2. Kepiting lebar 15 cm atau setara 350-400 gram
  3. Dan untuk rajungan dengan lebar 10 cm atau setara 55-80 gram

Ratusan nelayan yang mengeluhkan kebijakan Ibu Susi dan tidak sedikit untuk meminta Ibu Susi melakukan revisi mengenai peraturan ini karena merugikan nelayan tradisional. Pak Harun, Salah satu nelayan penangkap kepiting bakau di Desa Mojo, Pemalang mengatakan bahwa ketika peraturan ini diberlakukan awal Januari lalu otomatis kegiatan melaut terhenti dan menimbulkan efek domino pada kegiatan perikanan lain seperti budidaya kepiting soka (soft scrab) yang dimana benih kepiting di ambil di alam dengan berat maksimal 120 gram. “Sebelum ada larangan ini kita bisa jual mudah mas ke pengepul, kemudian dari pengepul kepiting ini di jual ke pembudidaya soka (kepiting soka), tapi setelah larangan ini muncul hampir sebulan aktivitas nelayan mandek, mas.” Cerita pak Harun.

Menurut Pak Harun kebijakan ini berdampak signifikan terhadap aktivitas nelayan penangkap kepiting bakau di Mojo, di bulan Januari ini seharusnya hasil tangkapan kepiting bakau melimpah karena pada bulan Januari sampai bulan April sedang musim-musimnnya kepiting untuk bertelur. Untuk mendapatkan kepiting yang berukurakn 8 cm ke atas maka nelayan harus lebih berlayar jauh ke tengah laut dan tentu saja biaya operasional yang dikeluarkan juga akan semakin besar. Hal ini harus diperhitungkan karena apabila tidak mendapatkan hasil yang sesuai maka nelayan akan merugi.

“Dari Dinas (Dinas Kelautan Perikanan) juga ga ada sosialisasi ke masyarakat, mas dan ini (Peraturan) juga mendadak jadi kita para nelayan juga susah untuk adaptasinya.” Terang pak Harun menggunakan logat bahasa jawa yang kental.

Kerjasama yang sinergi antar pemangku kebijakan dan juga kepentingan dalam menyikapi kebijakan ini sangat diperlukan. Kelestarian lobster, kepiting bakau dan juga rajungan amat perlu dijaga dan diperhatikan karena kita tentunya tidak mau anak dan cucu kita hanya bisa menikmati sumberdaya laut hanya lewat gambar dan foto saja. Akan tetapi kita juga tidak ingin menambah kesusahan para nelayan kecil. Oleh sebab itu, perlunya sinergi antar pemangku kebijakan dan juga kepentingan dalam memecahkan permasalahan ini agar kehidupan nelayan dan juga sumberdaya laut Indonesia bisa menjadi lebih baik lagi.

%d blogger menyukai ini: