Menteri Kelautan dan Perikanan Periode 2014-2019, Susi Pudjiastuti melarang ekspor benih-benih lobster yang ada di wilayah perairan Indonesia. Jangankan diekspor, ditangkap pun tak boleh. Semua ini dilakukan untuk menjaga keberadaan lobster di masa depan. Dengan tidak menangkap indukan dan benih lobster, diharapkan populasinya di alam akan mendatangkan keuntungan jangka panjang bagi nelayan.
Peraturan ini dimuat dalam Peraturan Menteri KKP Nomor 56 Tahun 2016 tentang Larangan Penangkapan dan/atau Pengeluaran Lobster, Kepiting, dan Rajungan dari Wilayah Negara Republik Indonesia.
Sedangkan Edhy Prabowo, Menteri Kelautan dan Perikanan Periode 2020-20204 merencanakan membuka ekspor benih lobster dengan berbagai syarat dan ketentuan, karena saat dilarang pun terjadi penyelundupan. Selain itu, ia melihat potensi ekspor baru ke Vietnam. Harga benih lobster di Vietnam mencapai Rp 139 ribu per ekor. Sedangkan, benih lobster tangkapan nelayan hanya dihargai Rp 3-5 ribu di dalam negeri. Hal itu terjadi karena penyelundupan lobster selama ini harus melalui Singapura. Artinya, selisih harga dinikmati oleh perantara. Bagaimanapun, Edhy mendorong petambak untuk menyediakan re-stock lobster dewasa sebanyak 5%. Ia juga akan membuka pintu untuk kajian ilmiah terkait perkembangbiakan lobster jika kebijakan itu diterapkan. “Lobster itu kalau tidak dipanen toh tumbuhnya (hanya) 1 persen,” katanya.
Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim mengemukakan, keran ekspor benih lobster yang dibuka menunjukkan cara berpikir pemerintah yang instan.
”Siapa yang bisa memastikan pencatatan benih lobster yang ditangkap dan diekspor? Mekanisme pengetatan sejauh mana? Kita justru bisa kehilangan stok benih lobster dalam tempo sesingkat-singkatnya,” ujarnya.
Halim mengingatkan, gairah pembudidaya untuk membesarkan benih lobster di dalam negeri mulai berkembang antara lain di Aceh dan Nusa Tenggara Barat. Pintu ekspor yang dibuka dikhawatirkan membuat Indonesia kehilangan potensi menyejahterakan pembudidaya lobster dalam jangka waktu yang lama.
Susi Pudjiastuti juga berpendapat, Indonesia akan sangat diuntungkan jika mau bersabar membiarkan benih-benih lobster itu tumbuh di lautan, dan menjualnya ketika sudah besar. Sebaliknya, menjual benih lobster hanya akan menimbulkan kerugian besar. Selain harganya lebih murah dibanding lobster dewasa, penjualan benih akan membuat populasinya menurun di masa depan. “Lobster yg bernilai ekonomi tinggi tidak boleh punah, hanya karena ketamakan kita untuk menjual bibitnya,” Ujar Susi
Susi mendapat dukungan dari ekonom senior Faisal Basri. “Kalau benihnya kita pelihara, sudah jadi dewasa baru kita ekspor, kan nilainya tinggi. Nah, ini sumber yang bisa meningkatkan devisa. Eh bibitnya (malah) kita jual. Gila enggak?” ujarnya.
Sedangkan, Edhy didukung oleh pengusaha. Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani menganggap pembukaan keran ekspor benih lobster sebagai langkah tepat. Ia justru menganggap kebijakan Susi Pudjiastuti banyak merugikan kalangan pengusaha. “Kalau saya lihat, dulu kebijakan Bu Susi-nya yang enggak benar Sekarang diluruskan,” kata Hariyadi.
Meskipun mendapat berbagai pendapat yang tidak menyutujui ekspor benih lobster. Pemerintah tetap merencanakan larangan penangkapan benih lobster berbobot kurang dari 200 gram atau berukuran panjang karapas kurang dari 8 sentimeter dihapus. Penangkapan benih lobster diizinkan untuk kepentingan budidaya di dalam negeri serta sebagian boleh diekspor secara ketat, terkendali, dan terbatas. Pemerintah akan membuka ekspor benih lobster secara ketat dan terbatas.
Namun, langkah itu dikhawatirkan menyulitkan upaya pengembangan budidaya lobster di dalam negeri selain itu Ekspor benih lobster secara ketat dan terbatas tidak menjamin penyelundupan benih lobster yang selama ini marak dapat ditekan. Sebaliknya, dikhawatirkan dapat terjadi eksploitasi benih lobster besar-besaran.
Erfian Raditiaz
Sumber :
https://bebas.kompas.id/baca/bebas-akses/2020/02/10/keran-ekspor-benih-lobster-akan-dibuka/