Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) Suaka Alam Perairan (SAP) Selat Pantar, Alor atau yang disebut sebagai SAP Selat Pantar ditetapkan sebagai kawasan konservasi perairan pada tahun 2015 melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 35/KEPMEN-KP/2015. Pengelolaan wilayah seluas 276.693,38 ha ini dilakukan oleh dinas kelautan dan perikanan provinsi yang ada di daerah terkait agar pengelolaan bisa dilakukan secara efektif.
Salah satu misi yang diusung dalam pembentukan kawasan ini adalah untuk meningkatkan sumber daya manusia yang terlibat dalam pengelolaan KKPD yang tentunya berasal dari semua kalangan masyarakat. Hal ini lah yang kemudian menjadi acuan awal terbentuknya kelompok masyarakat pengawas yang biasa disebut dengan Pokmaswas guna membantu pemerintah dalam melakukan pengawasan perairan.
Tentunya dalam praktek pengawasan secara mandiri Pokmaswas perlu memiliki keterampilan atau teknis dalam pengawasan sesuai dengan aturan dan hukum yang berlaku. Salah satu upaya peningkatan kapasitas yang dilakukan adalah melakukan pelatihan dengan cara kolaborasi antara pemerintah dengan komunitas atau lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang memiliki kompetensi dalam bidang yang terkait.
Pada Rabu (28/06), Yayasan TAKA menyelenggarakan kegiatan Pelatihan Pengawasan dengan Metode Resource Use Monitoring (RUM) atau Monitoring Pemanfaatan Sumberdaya kepada Anggota Pokmaswas Desa Pulau Buaya dan Desa Ternate. Kegiatan ini sendiri merupakan bagian dari kemitraan Wallacea-2 yang didukung oleh Burung Indonesia dan Critical Ecosystem Partnership Fund (CEPF) dalam upaya peningkatan peran masyarakat sipil untuk konservasi sumberdaya kelautan.
Mengapa menggunakan RUM?
Penggunaan metode ini mengacu kepada Panduan Monitoring Biofisik (Sumberdaya Kawasan) KKP3K (sumber). Pemantauan (monitoring) terhadap kegiatan pemanfaatan sumberdaya diartikan sebagai suatu aktivitas dimana kegiatan pemanfaatan sumberdaya itu diamati di tempat.
Metode RUM dipakai dengan tujuan bisa memberikan informasi dan fakta terkini kepada pengelola kawasan tentang pemanfaat sumber daya perikanan dan kelautan secara berkala. Metode ini dianggap bisa menutupi kebutuhan data pemanfaat sumber daya kelautan dan perikanan baik pemanfaatan secara langsung (ekstraktif) ataupun pemanfaatan nilai dan fungsinya (non ekstraktif).
Metode ini relatif mudah dan dapat diterapkan oleh masyarakat untuk mendukung pengawasan kawasan. Selain itu metode ini juga sudah pernah diterapkan Yayasan WWF Indonesia dalam pengawasan Kawasan Konservasi Perairan Daerah Selat Pantar, dan bisa memiliki keterwakilan data dari setiap zonasi-zonasi yang telah ditetapkan di dalam kawasan.
Peserta kegiatan pelatihan ini adalah anggota Pokmaswas dan juga pemerintah desa dari Desa Ternate dan Desa Pulau Buaya. Kegiatan ini merupakan hasil kolaborasi dengan Satuan Pengawasan SDKP Flores Timur, Kantor Cabang Dinas Kelautan dan Perikanan (KCDKP) Provinsi NTT Wilayah Alor, Dinas Perikanan Kabupaten Alor, dan Yayasan WWF Indonesia sebagai narasumber kegiatan pelatihan.
Para peserta cukup antusias dalam kegiatan pelatihan. Hasil dari kegiatan berupa kesepakatan antara Pokmaswas dengan KCDKP Alor untuk melakukan pengawasan berbasis desa secara berkala. Pengawasan yang dilakukan bertujuan untuk mendukung dan membantu KCDKP Alor dalam memberikan data dan informasi terbaru mengenai pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan dengan lokasi di sekitar Pulau Buaya dan Pulau Ternate.
Wedi Andika