ATSEA-2 merupakan program kerjasama antara Kementerian Kelautan dan Perikanan dan United Nations Development Programme (UNDP) yang bertujuan dalam memastikan keberlangsungan keanekaragaman hayati di periaran Arafura dan Timor. Program ATSEA-2 bekerja sama dengan TAKA untuk melakukan pengambilan data dan pengumpulan informasi terkini dari 3 kabupaten wilayah kerja ATSEA-2 yaitu Kabupaten Rote Ndao, Kabupaten Kepulauan Aru, dan Kabupaten Merauke.
Selasa (09/03), Tim TAKA berangkat menuju Kabupaten Merauke, salah satu kabupaten paling timur Indonesia untuk melakukan pengambilan data di 2 distrik yaitu Distrik Tabonji dan Distrik Waan. Pengambilan data di kedua distrik yang terletak di Pulau Kolepom dilakukan dalam rangka mendukung proses penetapan kawasan konservasi baru yang telah dicadangkan. Data yang diambil merupakan data habitat dan ekosistem (keanekaragaman hayati) dan identifikasi analisa ekonomi perikanan serta konsumsi perikanan.
Distrik Tabonji terletak di bagian utara Pulau Kolempom. TAKA mengambil data di 3 kampung, yaitu Kampung Iromoro dan Yeraha. Selain di Distrik Tabonji, TAKA mengambil data di 6 kampung Distrik Waan; Kampung Konorau, Waan, Tor, dan Kladar, yang keempatnya terletak di pesisir, dan Kampung Sabon serta Kampung Kawe.
Pengambilan data dilakukan dengan wawancara masyarakat lokal dan pemetaan partisipatif dalam diskusi kelompok terfokuskan (focus group discussion – FGD). Selain pengambilan data dari masyarakat, TAKA melakukan pemeriksaan ekosistem (ground check) untuk mengumpulkan data distribusi habitat utama, yaitu mangrove dan rawa.
Kegiatan masyarakat di seluruh kampung cukup homogen dengan aktifitas harian masyarakatnya melakukan kegiatan penangkapan ikan. Perikanan di kedua distrik mayoritas diperuntukan untuk konsumsi pribadi, bukan untuk dijual. Penangkapan ikan dilakukan di laut, rawa dan area sekitar mangrove. Selain menjadi tempat penangkapan ikan, mangrove masih digunakan sebagai sumber kayu bakar oleh masyarakat.
Peraturan adat berupa sasi masih digunakan di kampung. Peraturan adat berlaku saat ada anggota masyarakat yang meninggal yang kemudian mengatur penutupan sementara Kawasan perairan dari segala bentuk pemanfaatan.. Adat ini sudah turun-temurun dari satu generasi ke selanjutnya dan masih diimplementasikan hingga kini.
Keanekaragaman hayati lainnya yang kemudian ditemukan berdasarkan hasil diskusi dengan masyarakat, yaitu perjumpaan pada jenis-jenis hewan dilindungi dan rentan terancam punah seperti Penyu, hiu, lumba-lumba, hingga paus. Informasi ini menarik untuk dilakukan kajian lebih lanjut dalam memastikan pengelolaan Kawasan laut yang dapat melindungi keanekagraman hayati perairan Kolepom ini.
Data ekosistem laut-pesisir serta sosial ekonomi masyarakat secara langsung dari komunitas lokal dan pemangku kepentingan (stakeholders) dapat memberikan gambaran jelas kondisi wilayah tersebut. Oleh karena itu, data ini akan menjadi berguna untuk memberikan dasar bagi rekomendasi lebih lanjut untuk perbaikan manajemen dan tata kelola.
Maula Nadia