Plastik merupakan produk yang terbuat dari adanya polimerasi atau terbentuknya rantai panjang atom yang saling mengikat, dapat berupa sintetik maupun semi-sintetik tergantung dari penambahan zat lain. Dilihat dari sejarahnya, penemuan plastik oleh ilmuwan ditujukan untuk mempermudah manusia dalam hal pengemasan yang efisien. Plastik dinilai lebih awet, kuat, dan murah, dibanding material lain seperti logam atau kertas.
Namun dewasa ini, penggunaan plastik di seluruh dunia semakin meningkat dan kurang terkontrol. Kita dapat melihat plastik hampir di semua lini kehidupan. Kurangnya kesadaran dalam mengelola penggunaan plastik dan sampah yang dihasilkannya, menyebabkan dampak lingkungan yang luar biasa. Banyak sekali pemberitaan tentang sampah plastik yang mencemari permukaan bumi mulai dari laut hingga darat, dari ukuran makro hingga mikro.
Namun sebelumnya, apa saja jenis limbah plastik berdasarkan ukurannya?
Dikutip dari National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) bagian National Ocean Service bahwa mikroplastik merupakan potongan-potongan kecil plastik yang berukuan kurang dari 5 milimeter yang dapat mebahayakan ekosistem laut. Chatterjee dan Sharma (2019) menyebutkan dalam Field Action Science Reports bahwa berdasarkan asalnya, terdapat 2 jenis mikroplastik yaitu mikroplastik primer berupa polimer sintetis berukuran mikro yang biasa dipakai sebagai exfoliator dalam berbagai proses seperti formulasi kimia, perawatan dari berbagai produk plastik dan dalam industri pakaian sintetik, serta mikroplastik sekunder berupa fragmen atau pecahan kecil dari plastik makro atau meso akibat adanya proses degradasi di lingkungan.
Lalu, ancaman apa saja yang diakibatkan oleh limbah mikroplastik?
Berbagai kasus mengenai hewan yang teracuni oleh plastik sudah banyak bermunculan, seperti kasus puluhan sapi yang mati dengan puluhan kilogram plastik dalam perut pada tahun 2011 di di Sidrap, Sulawesi Selatan, temuan penyu terdampar yang saluran cernanya tertutup plastik di pantai Paloh, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat pada tahun 2018, hingga penemuan limbah plasik dalam perut paus pilot yang terdampar dan mati di Thailand Selatan pada April 2019 (baca juga: Fenomena Paus Terdampar)
Mikroplastik di daratan ternyata dapat mencemari air yang diminum oleh manusia. Bagaimana bisa? Menurut World Health Organization (WHO) mikroplastik dapat masuk ke lingkungan air tawar akibat adanya pembuangan air limbah di permukaan tanah, gabungan sistem pembuanagan limbah, industri dan dari limbah plastik yang terdegradasi, bahkan beberapa mikroplastik yang ditemukan dalam air minum mungkin berasal dari sistem perawatan dan distribusi air keran atau dari botol yang dipakai untuk kemasan air botol. Tentu saja hal ini sangat mengerikan, membayangkan bagaimana mikroplastik terakumulasi dalam tubuh. Menurut peneliti di Pusat Penelitian Oseanografi LIPI, M. Reza Cordova yang dilansir dari oseanografi.lipi.go.id bahwa dalam risetnya ditemukan hewan yang mengkonsumsi mikroplastik terkena tumor pada bagian saluran pencernaan. Meski belum ada riset terkait dampaknya pada manusia, mikroplastik dapat menjadi tempat menempel bahan polusi lain.
Bila benar dalam makanan atau minuman yang kita konsumsi terdapat mikroplastik, maka akibatnya bahan-bahan yang bersifat merusak dan berbahaya lainnya dapat masuk ke dalam tubu. Mikroplastik yang berkahir di lautan akan dimakan oleh biota laut seperti plankton, lalu plankton tersebut akan dimakan oleh ikan, dan mengikuti rantai makanan hingga akhirnya ikan di laut yang tercemar mikroplastik menjadi santapan manusia.
Perlu kita sadari bahwa ancaman dampak mikroplastik bagi manusia nyata adanya. Dampak masif dari limbah plastik secara umum sudah menimbulkan permasalahan lingkungan yang cukup serius hingga ekosistem di darat dan laut terganggu. Berbagai upaya penanggulangan dampak limbah plastik telah digalakkan di seluruh dunia. Pemerintah Indonesia sendiri telah melakukan berbagai upaya penanggulangan sampah plastik dan penggurangan penggunaannya. Adanya peraturan pemerintah seperti Undang Undang No. 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah dan peraturan lainnya yang berkaitan merupakan produk hukum dari pemrintah untuk memecahkan masalah ini.
Namun apakah peraturan-peraturan ini efektif? Tentunya bila tidak ada komitmen dari setiap pihak (stake holder), maka peraturan hanyalah sekadar peraturan.
Semua bermula dari diri sendiri. Jadikan diri kita sebagai agen dalam memerangi masalah limbah plastik ini. Sebagai langkah yang sederhana, kita bisa menerapkan 3R atau Reduce, Reuse, Recycle dan waste management di tingkat rumah tangga. Hal ini dapat diawali dengan penggunaan produk yang dapat dipakai berkali-kali dan ramah lingkungan saat kita hendak berbelanja atau mengemas sesuatu, kurangi penggunaan plastik sekali pakai seperti kantong plastik dan sedotan, kelola dengan baik sampah rumah tangga dengan pemilahan sampah berdasarkan jenisnya, serta tidak membuang sampah sembarangan. Bila kita telah berhasil menuntun diri kita, kenapa tidak untuk menyebarkannya kepada orang terdekat kita.
Jangan biarkan sampah plastik menjadi mimpi buruk anak cucu kita. Yuk kita selamatkan bumi, tidak ada kata terlambat
Mima Ratna Maya
Sumber:
Actions Science Reports. Institut Veolia. (https://journals.openedition.org/factsreports/5257 diakses pada 12 Februari 2020).
Chatterjee, Subhankar dan Shivika Sharma. 2019. Microplastics in Our Oceans and Marine Health. Field World Health Organization. 2019. Microplastics in Drinking Water.
CNN Indonesia PIJAR. Terperangkap Gelombang Mikroplastik. 2019. (https://www.cnnindonesia.com/longform/teknologi/20190929/pijar-terperangkap-gelombang-mikroplastik/index.html diakses pada 12 Februari 2020).
National Ocean Service. What are Microplastics. 2020. (https://oceanservice.noaa.gov/facts/microplastics.html diakses pada 12 Februari 2020).
Pusat Penelitian Oseanograf LIPI. Mikroplastik, Ancaman Tersembunyi bagi Tubuh dan Lingkungan. (http://www.oseanografi.lipi.go.id/shownews/131 diakses pada 12 Februari 2020).