Memasuki tahun 2021, Indonesia masih mengalami sejumlah permasalahan pelik. Disamping pandemi Covid-19 yang masih melanda, timbunan sampah di beberapa daerah di Indonesia pun masih menjadi permasalahan yang serius. Dikutip dari Global Plastic Action Partnership (2020), aktivitas manusia di darat menyumbangkan sebesar 70 – 90% sampah yang akhirnya bermuara di laut. Sampah yang bermuara di laut tentunya akan mempengaruhi eksistensi keanekaragaman hayati dan spesies endemik laut Indonesia.
Dalam webinar Indonesia Ocean Expo (IOE) bertajuk “Ocean Environment : Realizing Reduction Plan of 70% Marine Debris in Indonesia 2025” yang digelar Sabtu (23/01), TAKA dan instansi serta para penggiat lingkungan lainnya, menyoroti bahwa sampah plastik masih menjadi penyumbang pertama sampah di laut bersama narasumber Nirwan Dessibali (Yayasan Konservasi Laut Indonesia) dan Kaisar Akhir (Maritim Muda Nusantara)
Menurut Akhir (2018), sampah laut sendiri didefinisikan sebagai bahan padatan persisten di lingkungan laut dan pesisir karena masukan tanpa sengaja, pembuangan illegal, kapasitas perlakuan sampah yang tidak memadai ke laut, melalui sungai. Semasa pandemi Covid-19, terdapat beberapa data yang mengungkapkan bahwa sampah medis seperti masker dan sarung tangan sekali pakai serta APD telah mencemari lautan. Jika hal ini terus dibiarkan, tentunya akan berdampak kepada kondisi ekosistem laut, sektor wisata, serta rantai makanan yang bisa saja menyebabkan penyakit yang berakhir pada manusia karena mengkonsumsi ikan yang mengandung mikroplastik.
Permasalahan ini nyata adanya seperti pada Paus Sperma (Physeter macrocephalus) yang mati di Wakatobi pada 3 tahun lalu silam (Baca: Fenomena Paus Terdampar). Saat ditemukan, paus sudah dalam keadaan membusuk dengan total sampah di dalam perutnya sebanyak 5,9 kg. Baru-baru ini pun ditemukan paus yang terdampar di Pantai Batubelig, Bali. Hal ini dapat dipengaruhi oleh dampak plastik terhadap pemanasan global sehingga mengubah sedikit demi sedikit tatanan ekosistem di dalam laut.
Lalu apa saja yang dapat dilakukan dan apa saja yang sudah dilakukan untuk menangani sampah laut ini?
Pemerintah Indonesia bersama para pemangku kepentingan lainnya telah menyusun rencana aksi nasional penanganan sampah laut 2018-2025, sebagai lampiran dari Peraturan Presiden no. 83 tahun 2018. Lampiran ini berisi 5 strategi, 3 aspek intervensi dan 13 program yang diharapkan dapat menangani hingga 70% sampah plastik laut pada 2025. Kaisar Akhir sebagai salah satu pembicara dalam IOE telah merangkumkan beberapa hal yang bisa kita lakukan untuk mengurangi sampah laut:
1. Edukasi menjadi pondasi awal untuk menyediakan informasi terkait penanganan sampah laut baik lewat website, aplikasi digital, permainan elektronik, dan jejaring media sosial lainnya.
2. Penerapan teknologi informasi dalam pengumpulan sampah plastik di kawasan perkotaan
3. Teknologi robotik untuk mengumpulkan sampah plastik di sungai secara otomatis
4. Pembuatan ecobrick serta mengkonversi sampah plastik menjadi bahan bakar dan listrik
5. Produksi kotak makan, pakaian dan aksesoris dari sampah plastic yang didaur ulang serta penyediaan dispenser air mineral di tempat umum.
Mengubah pola pikir dan perilaku hidup memang menjadi langkah awal untuk mengurangi sampah plastik di Indonesia. Oleh karena itu, dibutuhkan kolaborasi dan komunikasi yang baik diantara semua elemen masyarakat, untuk mewujudkan pengelolaan sampah berkelanjutan di Indonesia.
Kunjungi website kegiatan Indonesia Ocean Expo (IOE) 2021
Maria Maylissa Bunga Perwitasari