Di Demak ada alat tangkap yang diberi sebutan khas oleh para nelayan, jaring “Wangkong” namanya. Wangkong adalah jaring perangkap yang diletakkan sampai dasar perairan. Udang atau ikan akan digiring ke dalam wangkong dengan bantuan arus dan pasang surut lautan. Alat ini juga dikenal dengan jenis trap net. Jaring wangkong biasanya diletakkan pada kedalaman 3-5 meter tergantung dengan karakteristik lingkungan. Jaring yang dipasang berbentuk “V” untuk memaksimalkan banyaknya udang yang tertangkap.
Dari kejauhan, keberadaan wangkong dapat dilihat dari keberadaan gubuk atau rumah di atasnya. Bangunan itu dibangun untuk dipakai nelayan menunggu hasil tangkap sekaligus sebagai tempat istirahat. Terdapat cahaya lampu yang dipasang untuk menarik perhatian ikan atau udang ke dalam jaring. Wangkong biasanya diletakkan di daerah yang berlumpur dan dekat dengan pohon mangrove, karena banyak ditemukan ikan dan udang di sana. Kawasan mangrove memang banyak menyediakan sumber makanan seperti fitoplankton dan zooplankton untuk ikan dan udang. Selain itu, struktur akar mangrove memberikan perlindungan dari predator.
Wangkong adalah alat yang ramah lingkungkan
Wangkong termasuk dalam alat tangkap ramah lingkungan sama halnya seperti jaring dan bubu. Hasil tangkapan yang terjerat dalam wangkong masih relatif segar atau masih hidup. Kualitas hasil tangkapannya yang baik berpotensi meningkatkan harga jual.
Karena sistem wangkong merupakan jaring jebak, maka udang yang diambil dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan ukuran minimal yang boleh ditangkap untuk dikonsumsi atau dijual. Memperhatikan ukuran yang ditangkap menjadi penting untuk memastikan keberlanjutan sumber daya udang. Karena sebaiknya udang yang ditangkap adalah udang dewasa dan telah mencapai panjang tertentu, sedangkan udang yang belum dewasa dapat berkembang biak sehingga perikanan udang terus berkelanjutan. Dengan alat tangkap seperti wangkong dengan mudah udang dewasa dapat dipisahkan, maka alat tangkap ini termasuk sebagai alat tangkap selektif.
Keberlanjutan dari sumber daya udang tentu harus diperhatikan. Maka ekosistem, habitat, dan sumber daya harus terus dijaga untuk memastikan bahwa udang akan terus lestari untuk dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Setiap spesies udang memiliki ukuran yang berbeda beda untuk layak dikonsumsi termasuk juga kematangan gonad dapat dilihat disini.
Walaupun terlihat praktis, ternyata masih ada kendala yang dihadapi
Dibalik pengoperasian yang praktis, jaring wangkong memiliki luasan yang lebar sehingga ketika musim penghujan biasanya air laut akan membawa sampah dari pemukiman dan akan tersangkut di jaring wangkong. Jika jumlah sampah cukup besar, wangkong bisa robek dan biaya yang cukup besar dibutuhkan untuk mengganti jaring. Ukuran jaring wangkong yang cukup luas seringkali berdampak pada alur masuk dan keluar kapal nelayan. Beberapa kali ditemukan ada jalur yang cukup sempit untuk kapal nelayan lewat, karena adanya wangkong.
Produksi hasil tangkapan udang dari Kabupaten Demak merupakan salah satu yang terbesar di Provinsi Jawa Tengah. Penghasilan dari produksi hasil tangkapan tetap dijadikan sebagai pengingat bahwa kegiatan perikanan harus tetap berkelanjutan agar dapat dimanfaat generasi selanjutnya. Penggunaan wangkong oleh nelayan udang menunjukkan bahwa sudah terbangun kesadaran dan aksi untuk melestarikan dan menjaga sumber daya udang di Demak. Besar harapan praktik penangkapan udang dengan ramah lingkungan ini dapat diadaptasi oleh nelayan-nelayan lain di Indonesia (Nizar Fachrudin/Politeknik Kelautan Perikanan Pangandaran)