Kehidupan manusia sering kali berkesinambungan dengan alam sehingga menciptakan perasaan syukur dan keinginan untuk terus menjaga. Sejak dulu upaya konservasi dan “sustainable fisheries” pada kenyataannya sudah berlaku di kehidupan masyarakat Indonesia, terutama masyarakat adat yang terus diturunkan dari generasi ke generasi melalui kearifan lokal. Kalau Rekan TAKA pernah mendengar cerita terkait mitos-mitos hutan keramat, larangan hari tertentu untuk pergi ke laut, nah siapa sangka ternyata hal tersebut termasuk dalam upaya perlindungan sumber daya alam, loh!
Di tengah kegelisahan ancaman degradasi sumber daya perairan akibat eksploitasi berlebih dan merusak, tradisi dan hukum adat yang masih dipertahankan sampai saat ini menjadi lampu terang dalam upaya pengelolaan sumber daya perikanan berkelanjutan. Kearifan lokal seperti tradisi sasi laut, lubuk larangan, panglima laot, dan berbagai pengelolaan berbasis adat bukan sekedar warisan budaya, melainkan strategi ekologis yang teruji oleh waktu.
Rekan TAKA, mari berkenalan dan melihat lebih dekat ke tradisi adat, yuk!
Tradisi Sasi Laut (Maluku dan Papua)
Tradisi Sasi Laut merupakan tradisi penutupan daerah penangkapan ikan pada periode yang telah ditentukan, biasanya selama 1 hingga 3 tahun. Pada pelaksanaannya, terdapat dua jenis Sasi, yakni Tutup Sasi dan Buka Sasi. Pada saat Tutup Sasi berlangsung, tidak boleh ada seorang pun yang mengambil sumberdaya yang ditentukan di wilayah tersebut. Kemudian ketika periode Buka Sasi, dilaksanakan panen sumberdaya perikanan selama beberapa hari atau minggu, pelaksanaan tradisi ini juga mengatur terkait larangan penggunaan alat tangkap yang merusak lingkungan, seperti racun, bom, pancing, kalawai (sejenis panah), dan dinamit. Bahkan, ukuran ikan yang boleh diambil juga dibatasi, loh, yakni minimal 15 cm untuk ikan lompa; minimal 10-15 cm untuk teripang; dan minimal 6-7 cm untuk lobster. Jadi, panen ikan ketika buka sasi hanya diperbolehkan dengan menyelam secara tradisional tanpa alat, hanya kacamata selam saja.

Hingga saat ini, tradisi sasi laut tetap dipertahankan oleh masyarakat adat Maluku dan Raja Ampat, Papua. Beberapa contoh spesies yang ditetapkan dalam aturan Sasi adalah teripang (Trochus niloticus) di Misool Timur, Raja Ampat dan Maluku Tenggara; ikan lompa (Thryssa baelama) di Pulau Haruku, Maluku Tengah; Lobster di Misool Barat, Raja Ampat; Rumput laut (Eucheuma spp) di Pulau Kisar, Maluku Barat Daya. Tradisi ini memberikan dampak baik bagi keseimbangan ekosistem dan perikanan berkelanjutan karena memberikan waktu bagi ikan untuk berkembang biak dan mencapai ukuran tertentu.
Tradisi Lubuk Larangan (Sumatera Barat, Jambi, Riau)
Lubuk larangan merupakan salah satu upaya river protected area untuk mempertahankan stok ikan di perairan. Aturan dari tradisi lubuk larangan yakni larangan aktivitas penangkapan ikan di area sungai oleh siapapun, menggunakan alat tangkap apapun, dan sampai batas waktu tertentu. Di Jambi, tradisi dilakukan dengan membiarkan lubuk sungai selama 6 bulan hingga 2 tahun tidak dipanen ikannya. Hal ini memberikan cukup waktu bagi ikan berkembang biak. Ketika tiba waktunya panen raya ikan, kawasan lubuk akan dibuka selama dua hari dan dilakukan restocking benih ikan lokal ke area lubuk larangan untuk menjaga populasi ikan, setelah itu lubuk ditutup kembali. Jenis alat tangkap yang diperbolehkan untuk panen hanya jala dan jaring, dengan mata jaring 9 inchi.

Penentuan area lubuk larangan didasarkan pada perbedaan kecepatan aliran sungai, biasanya wilayah dengan aliran sungai tenang ditetapkan sebagai wilayah lubuk larangan. Hingga saat ini, tradisi lubuk larangan tetap dipertahankan oleh masyarakat Sumatera Barat, Jambi, dan Riau. Tercatat pada tahun 2009 jumlah lubuk larangan di Sumatera Barat mencapai 734 buah dan tersebar di 18 kabupaten, sedangkan di Provinsi Riau tradisi lubuk larangan terdapat di Kabupaten Kampar dan Kuantan Singingi.
Panglima Laot (Aceh)
Wah, dari julukannya saja sudah terdengar keren, ya! Keberadaan Panglima Laot sudah ada sejak lebih dari 400 tahun, yakni sejak masa kekuasaan Sultan Iskandar Muda, lho! Panglima Laot merupakan kelembagaan di Nanggroe Aceh Darussalam yang menopang hukom adat laot. Pada hukum adat tersebut diatur sedemikian rupa terkait pengelolaan fungsi lingkungan hidup, seperti mengatur tempat penangkapan ikan, larangan penggunaan peledak dan sianida saat penangkapan, serta penentuan hari-hari dilarang turun ke laut (pantang melaut). Di Aceh, beberapa hari khusus yang dilarang untuk pergi ke laut yakni hari Jumat, hari besar Agama Islam, hari Kemerdekaan Indonesia, dan setiap tanggal 26 Desember (peringatan Tsunami Aceh 2004).

Wilayah kekuasaan Panglima Laot meliputi bineh pasie (tepi pantai), leun pukat (kawasan tarik pukat darat), kuala dan teupien (tepian pendaratan perahu), dan laot luah (laut lepas). Kalau yang berhubungan dengan ekosistem pantai diantaranya uteun bangka (hutan bakau), uteun pasie, uteu aron (hutan cemara), neuheun (tambak), dan lancang sira (ladang garam). Fakta menariknya, wilayah laut bagian utara Aceh yang memiliki penegakan Adat Laut dan dilindungi oleh Panglima Laot memiliki jumlah spesies ikan lebih banyak dan berlimpah dibandingkan spesies di wilayah laut terbuka. Panglima Laot, nih, kalau bahasa kerennya berhasil mewujudkan ecological security, ya!
Berbagai tradisi kearifan lokal menunjukkan aspek penting dalam pengelolaan perikanan berbasis ekosistem, termasuk upaya perlindungan spesies terancam punah, konservasi sumber daya perikanan, dan dukungan terhadap keseimbangan ekosistem. Uraian tradisi di atas menunjukkan satu kesamaan, bahwa dibalik kesederhanaannya ternyata leluhur kita telah memahami pentingnya keberlanjutan jauh sebelum istilah itu hadir. Menjaga alam tak melulu dengan teknologi tinggi, terkadang jawabannya ada pada kisah lama yang hampir dilupakan.
Mari tetap melestarikan tradisi adat di penjuru Indonesia, sehingga kedepannya strategi pengelolaan perikanan berkelanjutan dapat mengadaptasi tradisi kearifan lokal yang sudah ada. Sahabat Taka, ceritakan tradisi menarik di daerahmu, yuk!
Penulis
Baramukti Permatasari
Penyunting
Nastiti Rahayu