Kajian Terjadinya Tangkapan Sampingan (Bycatch) di Alor

Kajian Terjadinya Tangkapan Sampingan (Bycatch) di Alor

KKD (Kawasan Konservasi Daerah) Taman di Perairan di Kepulauan Alor terletak di wilayah Kabupaten Alor dan terkenal dengan keindahannya bawah lautnya. Keindahan tersebut juga menjadikan kawasan ini memiliki sejumlah potensi perikanan yang berlimpah. Selain potensi perikanan, kawasan ini juga menjadi habitat bagi beberapa jenis hewan laut seperti penyu, lumba-lumba, hiu, dan dugong, serta menjadi jalur migrasi paus. 

Nelayan Alor yang didominasi oleh nelayan kecil dan tradisional kebanyakan melakukan kegiatan penangkapan di dalam kawasan konservasi. Sehingga tidak jarang pula terjadi terjeratnya hewan dilindungi dalam tangkapan nelayan yang umum disebut sebagai hasil tangkapan sampingan atau bycatch. Tangkapan sampingan (bycatch) dapat terjadi apabila alat tangkap perikanan tidak didesain selektif. Selain itu, kegiatan perikanan tangkap di kawasan konservasi juga mengancam keberlangsungan hidup spesies-spesies laut yang dilindungi dan terancam punah atau biota ETP (Endangered, Threatened, and Protected). Kasus bycatch pada biota ETP di Alor sendiri masih kerap terjadi yaitu pada hiu tikus, beberapa jenis penyu yang terjerat jaring nelayan, lumba-lumba, serta beberapa jenis pari.

Dalam kajian ini, TAKA melibatkan pemuda lokal yaitu dari Mahasiswa Universitas Tribuana Kalabahi, Champion Thresher Shark dan didampingi oleh KCDKP. Kegiatan diawali dengan workshop pengenalan marine ETP species, pengertian bycatch, penggunaan KoboCollect dalam wawancara, dan penyusunan teknis pengambilan data di lapangan. Workshop TAKA memberi pengertian bahwa terjadinya tangkapan sampingan tidak hanya saat nelayan mendapatkan hewan dilindungi saja, namun termasuk saat mendapatkan ikan yang bukan target tangkapannya. Beberapa faktor terjadinya bycatch dipengaruhi oleh ketertarikan biota terhadap umpan, jalur ruaya yang sama, serta waktu kemunculan yang sama. TAKA juga mengenalkan status perlindungan spesies ETP oleh CITES, IUCN Red List dan sesuai peraturan perundang-undangan. 

Pengambilan data dipimpin oleh TAKA dan melibatkan mahasiswa Universitas Tribuana, Champion Thresher Shark Indonesia sebagai implementasi dari kegiatan workshop, serta mengajak fasilitator lokal di setiap wilayah. Wilayah pengambilan data meliputi Desa Wolwal, Kelurahan Adang, dan Kelurahan Kabola.

Hasil dari pengambilan data ini dirangkum oleh TAKA dalam infografis berikut. Download di sini!

Karapas penyu, sirip hiu, dan akar bahar yang dijadikan pajangan di rumah

Hasil wawancara dengan nelayan di tiga desa menunjukan bahwa pemahaman dan pengetahuan nelayan mengenai kawasan konservasi masih minim. Para nelayan merasa kurangnya sosialisasi yang diberikan oleh pemerintah mengenai kawasan konservasi di Alor. Beberapa nelayan Desa Wolwal menjelaskan terdapat daerah yang tidak boleh melakukan penangkapan, yakni dekat daerah wisata Wolwal. Nelayan kawasan Desa Adang juga menghindari penangkapan di daerah wisata yang disebut ‘Java Toda’. Sedangkan pada nelayan Kabola memahami adanya zona inti di sekitar Pulau Sika yang merupakan habitat dugong. Namun, penangkapan di daerah tersebut biasanya dilakukan oleh nelayan dari wilayah lain.

Avicenna Wijayanto

%d blogger menyukai ini: