Permasalahan tentang sampah di lautan dunia ataupun Indonesia bukan lagi hal yang asing terdengar. Penggunaan berlebih terhadap barang-barang berbahan plastik sekali pakai, banyak sekali tidak dihiraukan oleh masyarakat. Menurut Jambeck (2015), Indonesia merupakan penyumbang sampah plastic di laut terbesar kedua setelah Tiongkok, yaitu sekitar 0.48–1.29 MMT (Million Metric Tons) per tahunnya sedangkan Tiongkok 1.32–3.53 MMT per tahunnya.
Perihal sampah plastik di lautan telah mencuri perhatian pemerintah Indonesia yang kemudian telah ditetapkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 97 tahun 2017 tentang Kebijakan Dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga, peraturan ini direncanakan dari tahun 2017 sampai dengan tahun 2025. Dalam peraturan ini telah dicantumkan untuk pengurangan, penanganan, pembatasan, pendaur ulangan, serta pemanfaatan kembali sampah.
PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero) Indonesia juga ikut membantu dengan berencana akan mendirikan PLTsa (Pembangkin Listrik Tenaga Sampah) dengan kapasitas mencapai 195 megawatt (MW) di seluruh Jawa hingga Bali.
Pemerintahan di kota-kota besar ikut berusaha untuk membantu mengurangi sampah plastik, sebagai contoh Suroboyo Bus yang dapat dibayar dengan sampah plastik kemudian Bali, Bandung dan Kota Bogor yang akan melarang warganya menggunakan kantong plastik untuk berbelanja, sehingga sudah pasti masyarakatnya akan terbiasa membawa tas belanja sendiri dan sampah plastik akan berkurang dengan perlahan.
Anak-anak muda di Indonesia termotivasi untuk berpartisipasi dan mulai belajar melakukan zero waste. Gerakan ini merupakan gaya hidup ramah lingkungan dimana kita belajar untuk meminimalisir sumbangan sampah ke lingkungan, dengan cara menggunakan barang-barang yang bisa bertahan lama dan tidak sekali pakai.
Banyak sekali kegiatan menarik untuk memanfaatkan sampah dari gaya hidup zero waste, salah satunya adalah pembuatan eco brick atau bata ramah lingkungan yang dapat dibuat dengan mudah dari sampah plastik kemudian di padatkan kedalam botol plastik. Eco brick dengan ukuran botol 600 ml harus mencapai berat 200 gram agar padat dan kuat. Eco brick dapat dijadikan bata bangunan, kursi, meja, dan lainnya tergantung kreativitas pembuatnya. Alat yang digunakan hanya stik bambu untuk memadatkan sampah, botol plastic, dan sampah tentunya. Mudah bukan?
Masih banyak lagi kegiatan zero waste yang mudah untuk dilakukan selain eco brick, seperti menggunakan sedotan besi atau bamboo yang saat ini sudah lebih mudah ditemukan, membawa botol minum sendiri daripada membeli botol plastic sekali pakai, lalu membawa tas belanja sendiri apabila hendak berbelanja.
Ayo bersama-sama kita mulai gaya hidup ramah lingkungan!
Corina Dewi Ruswanti