Saat ini tengah marak isu mengenai perikanan tangkap berkelanjutan, baik di Indonesia maupun di seluruh dunia. Perikanan tangkap berkelanjutan dapat diartikan sebagai usaha untuk menjaga lingkungan, menyisihkan cukup ikan di laut dan memastikan orang-orang yang bergantung terhadap perikanan tangkap agar dapat mencukupi kebutuhan hidupnya dalam masa yang lebih panjang. Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya aktivitas perikanan tangkap yang tidak berkelanjutan adalah penggunaan alat tangkap perikanan yang tidak ramah lingkungan dan kurang serta tidak pedulinya beberapa pelaku dalam dunia perikanan tangkap terhadap regulasi yang telah ditetapkan. Namun, ternyata terdapat salah satu faktor yang hingga saat ini belum banyak diketahui oleh masyarakat luas dan dapat dikatakan sangat memprihatinkan, yaitu perbudakan.
Sistem perbudakan telah ada sejak zaman dulu dan masih ada hingga saat ini, hanya saja yang membedakan adalah sistem serta dari perbudakan tersebut. Perbudakan saat ini dilakukan dengan menggunakan cara yang sulit untuk dideteksi untuk mengekang pekerja dan buruh serta menyalahgunakan hak mereka. Penyitaan dokumen identitas, hutang, penyiksaan imigran dan pekerja illegal, merupakan beberapa alasan yang melatarbelakangi terjadinya perbudakan saat ini, salah satunya di sektor perikanan tangkap. Sektor perikanan tangkap dikatakan rentan terhadap perbudakan dikarenakan lamanya waktu dan jauhnya lokasi penangkapan sehingga tidak memungkinkan ABK (anak buah kapal) untuk meninggalkan kapal. Lingkungan kerja yang buruk dan waktu kerja yang lama, sulitnya akses untuk mengontrol dari pihak berwenang, serta penggunaan bendera asing untuk menciptakan batas bagi pihak berwenang merupakan faktor-faktor lain yang menjadikan perbudakan dalam sektor perikanan sulit untuk dilacak. Perbudakan dalam industri perikanan tangkap pada umumnya didorong oleh usaha untuk menekan biaya pengeluaran.
Perbudakan dalam industri perikanan tangkap dalam skala global maupun nasional dapat mempengaruhi konsep perikanan tangkap berkelanjutan yang diidamkan. Negara-negara yang diketahui menggunakan sistem perbudakan dalam industry perikanan tangkapnya disebutkan menyumbangkan 80 persen dari total tangkapan ikan di seluruh dunia. Hasil tangkapan ini yang didapat dari sistem perbudakan ini memiliki karakteristik tangkapan dengan jumlah besar di luar wilayah yang ditetapkan (illegal fishing), tidak terlaporkan dan tingkat subsidi penangkapan ikan yang merusak (harmful fishing subsidies). Oleh karena itu, selama sistem perbudakan dalam rantai industri perikanan tangkap masih merajalela, maka akan sulit untuk didapatkan perikanan tangkap yang berkelanjutan. Menghilangkan sistem ini dibutuhkan perubahan besar pada struktur industri perikanan itu sendiri. Perubahan tersebut tidak dapat dilakukan hanya oleh satu pihak, namun harus terbentuk kerja sama antara pemerintah dan juga sektor swasta.
Sumber:
http://www.iffo.net/modern-slavery-fishing-sector
https://theconversation.com/how-to-reduce-slavery-in-seafood-supply-chains-100512
https://www.globalslaveryindex.org/2018/findings/importing-risk/fishing/
Faqih Akbar A.