Saat berbicara tentang pengelolaan perikanan, terdapat tiga dimensi yang tidak dapat dipisahkan, yaitu dimensi sumber daya perikanan dan ekosistemnya, dimensi pemanfaatan untuk kepentingan sosial ekonomi masyarakat, dan dimensi kebijakan perikanan itu sendiri. Pengelolaan yang baik harus mengintegrasikan ketiga dimensi untuk memastikan sumber daya dapat terus dimanfaatkan secara berkelanjutan.
Berkenalan dengan Ecosystem Approach to Fisheries Management (EAFM)
EAFMatau pengelolaan perikanan dengan pendekatan ekosistem merupakan konsep pengelolaan yang mengintegrasikan ketiga dimensi tersebut. Secara sederhana EAFM adalah konsep bagaimana menyeimbangkan antara tujuan sosial ekonomi dalam pengelolaan perikanan dengan tetap mempertimbangkan pengetahuan tentang komponen makhluk hidup (biotik), makhluk tidak hidup (abiotik), dan interaksi manusia dalam ekosistem perairan melalui sebuah pengelolaan perikanan yang terpadu, komprehensif, dan berkelanjutan.
Pengelolaan perikanan pasti bertujuan untuk memberikan manfaat sosial ekonomi yang optimal bagi masyarakat. Tentunya hal ini tidak dapat dilepaskan dari dinamika ekosistem dimana sumber daya ikan itu hidup. Ketika kondisi ekosistem menurun, sumber daya ikan yang hidup di dalamnya pun akan terpengaruhi. Penurunan kondisi ekosistem ini dapat disebabkan oleh banyak faktor, termasuk kegiatan pemanfaatan itu sendiri.
Setiap komponen dalam perikanan saling berkaitan; termasuk diantaranya sumber daya ikan, ekosistem dimana ikan itu hidup, kegiatan penangkapan ikan, dan permintaan pasar. Seluruh komponen ini saling berinteraksi dan menjadi sebuah kesatuan fungsi. Apabila interaksi ini diabaikan, maka keberlanjutan perikanan dapat dipastikan menjadi terancam. Oleh karena itu, pengelolaan dengan pendekatan ekosistem menjadi sangat penting.
Sesungguhnya EAFM bukan sepenuhnya hal yang baru. EAFM merupakan pendekatan yang ditawarkan untuk meningkatkan kualitas pengelolaan yang sudah ada. Dalam konteks EAFM, kegiatan pemanfaatan tidak hanya memikirkan bagaimana ikan ditangkap untuk memenuhi permintaan pasar, melainkan harus mempertimbangkan pula kondisi habitat yang mendukung kehidupan sumber daya ikan itu sendiri.
Berdasarkan FAO (2003), beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam EAFM antara lain adalah :
- Perikanan harus dikelola pada batas yang diberikan dampak yang dapat ditoleransi oleh ekosistem
- Interaksi ekologis antar sumberdaya ikan dan ekosistemnya harus dijaga
- Perangkat pengelolaan sebaiknya compatible untuk semua distribusi sumber daya ikan
- Prinsip kehati-hatian dalam proses pengambilan keputusan pengelolaan perikanan
- Tata kelola perikanan mencakup kepentingan sistem ekologi dan sistem manusia
Perjalanan EAFM di Indonesia
EAFM di Indonesia sudah mulai dirintis sejak tahun 2010, dimulai dari EAFM laut (pengelolaan perikanan laut) dengan melibatkan berbagai instansi pemerintah, universitas, serta NGO. Sejumlah pertemuan dilaksanakan untuk mengidentifikasi indikator pengelolaan perikanan dengan pendekatan ekosistem. Hasilnya, diterbitkan indikator EAFM Indonesia yang terbagi ke dalam 6 domain (Domain Sumberdaya Ikan, Domain Habitat, Domain Alat Tangkap dan Aspek Teknis Penangkapan, Domain Sosial, Domain Ekonomi, dan Domain Kelembagaan). Selanjutnya EAFM terus dikembangkan dengan sosialisasi, uji coba, hingga kajian (Informasi terkait road map EAFM laut di Indonesia dapat dibaca disini)
Konsep EAFM ini dapat diimplementasikan pada pengelolaan perikanan yang diikutsertakan oleh seluruh stakeholder; dari pemerintah, masyarakat, pihak swasta (pelaku bisnis), akademisi, dan pihak lain yang terlibat. Pelibatan multi-stakeholder menjadi sangat penting, karena seluruh pihak yang berkaitan dengan sektor perikanan tentu memiliki andil dalam pengelolaan untuk memastikan keberlanjutan sumber daya (Maula Nadia)