#kelasTAKA adalah sebuah forum diskusi yang diselenggarakan oleh Yayasan TAKA untuk membahas berbagai hal terkait konservasi dan green lifestyle di Kota Semarang. Forum ini terbuka untuk umum dengan tujuan edukasi dan meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya sadar lingkungan.
Pada tanggal 11 Juni 2019, #kelasTAKA diadakan untuk pertama kalinya di Universitas Diponegoro yaitu di Kampus Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) bekerjasama dengan Marine Diving Club (MDC). Tema yang dibahas kali ini adalah tentang “Manajemen Kawasan Konservasi Perairan” dengan 2 narasumber yang memang bekerja di bidang tersebut. Miko Budiraharjo (WWF Indonesia) dan Tutus Wijanarko (WWF Indonesia) hadir untuk berbagi tentang Kawasan Konservasi Perairan (KKP). Dari mengenai pembentukannya hingga evaluasi dan pengelolaannya. Materi pertama dibawakan oleh Miko tentang “Mengidentifikasi Jenis Kawasan Konservasi dan Mengukur Efektifitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan di Indoensia”. Sedangkan materi kedua dibawakan oleh Tutus dengan judul materi “Pengelolaan KKP untuk Mendukung Perikanan Berkelanjutan di Indonesia”
Indonesia menargetkan untuk memiliki 30 juta hektar Kawasan Konservasi Perairan pada tahun 2030. Namun berkaca dari KKP yang sudah ada sekarang, efektifitasnya masih rendah. “Kawasan Konservasi di Raja Ampat pun belum sampai ke Level Emas [level tertinggi dalam pengelolaan kawasan konservasi]”, kata Miko saat membahas tentang E-KKP3K (Efektifikas Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil). E-KKP3K sendiri merupakan pedoman pengelolaan kawasan konservasi. E-KKP3K membagi tingkatan pengelolaan efektif dalam 5 level, berurut dari level terendah yaitu: Level 1 (merah), Level 2 (kuning), Level 3 (hijau), Level 4 (biru), dan Level 5 (emas).
“Di Indonesia belum ada Kawasan Konservasi Perairan yang sampai ke Level Emas [level tertinggi dalam pengelolaan kawasan konservasi]”
Miko Budiraharjo (WWF Indonesia)
Ternyata pengelolaan kawasan konservasi tidak sama sekali mudah. Banyak sekali aspek yang perlu dipertimbangkan, tidak hanya biofisik, namun juga sosial budaya dan ekonomi masyarakat. Karena tujuan dari KKP diantaranya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir. Pengelolaan kawasan konservasi tidak hanya membutuhkan kerja sama antar bidang keilmuan, namun juga dibutuhkan kerja sama antar kawasan konservasi. “Satu MPA [Marine Protected Area atau KKP] tidak dapat berdiri sendiri, harus ada interaksi antar MPA”, kata Tutus ketika menjelaskan mengenai 8 kriteria MPA (Marine Protected Area atau KKP) yang ideal. Hal ini dikarenakan terdapat beberapa jenis hewan yang hidupnya tidak menetap di satu kawasan saja, namun mereka bermigrasi ke kawasan lain.
#kelasTAKA ditutup dengan sesi diskusi dan foto bersama. Yuk kita lihat keseruannya kemarin:
Jangan lewatkan #kelasTAKA selanjutnya dengan materi-materi baru dan narasumber yang tidak kalah serunya.
Maula Nadia