Identifikasi Potensi Hasil Olahan Perikanan di Merauke dan Aru

Identifikasi Potensi Hasil Olahan Perikanan di Merauke dan Aru

Dalam rangka mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Kepulauan Aru dan Merauke, Yayasan TAKA dengan bangga dan sepenuh hati berkomitmen telah dipilih oleh UNDP ATSEA-2 untuk mendukung inisiatif “Pengembangan Komunitas Usaha Hasil Pengolahan Perikanan.” Melalui kerjasama ini, kami bertujuan memberikan dampak positif yang berkelanjutan bagi komunitas setempat, terutama dalam sektor perikanan. Dengan fokus pada pengembangan ekonomi lokal dan pemanfaatan sumber daya alam, program ini bertujuan menciptakan peluang ekonomi berkelanjutan, merangsang pertumbuhan usaha mikro dan kecil, serta memberikan dukungan kepada masyarakat pesisir dalam mencapai tingkat kesejahteraan yang lebih baik.

Mengunjungi Perbatasan Timur Indonesia

Dua distrik Kabupaten Merauke menjadi target dalam program ini, tepatnya di Distrik Lampu Satu dan Sungai Kumbe. Pantai Lampu Satu, yang dinamai karena adanya satu lampu mercusuar di pesisirnya, terletak hanya 2 km dari pusat kota dan menjadi salah satu destinasi wisata oleh masyarakat lokal. Mengelilingi distrik ini, TAKA bertemu dengan masyarakat secara door to door sebagai langkah awal survei potensi perikanan yang ada di Lampu Satu. 

Avicenna W. (Yayasan TAKA) mewawancarai Bu Rukiyah, Ketua Kelompok Masyarakat Pengolah Hasil Perikanan di Lampu Satu

Masyarakat Lampu Satu didominasi oleh nelayan dengan tangkapan utama ikan paha-paha (Leptobramidae sp.), bandeng, tenggiri, dan kakap. Tangkapan sampingan mereka diantaranya ikan bulana/belanak dan ikan kuro. Tak hanya itu, masyarakat terutama ibu-ibu yang berada di pesisir memanfaatkan tangkapan ikan seperti bulana sebagai bahan utama ikan asin/ikan kering dan tenggiri sebagai bahan utama olahan bakso ikan.

Bagaimana Masyarakat Merauke Memanfaatkan Potensi Perikanan

Masyarakat setempat didominasi oleh nelayan dan pengolah ikan. Beberapa tangkapan utama mereka adalah ikan paha-paha (Leptobramidae sp.) bandeng, tenggiri, hingga kakap. Namun, banyak juga yang menangkap ikan bulana/belanak, dan ikan kuro. 

Salah satu pengolah ikan asin yang kami temui menggunakan ikan apa saja yang bisa beliau temui untuk diasinkan, namun didominasi oleh ikan belanak. Kami juga bertemu Ibu siti Hasniyah dan Ibu Rukiyah, pemilik warung di Pantai Lampu Satu yang memanfaatkan ikan tenggiri sebagai bahan utama bakso ikan. Kami juga bertemu Bu Hasnah dari Kelompok Eltimo Food, yang berhasil membuat berbagai olahan kering seperti amplang, pilus ikan, abon ikan, dan ebi kering.

Beberapa Produk Olahan Kering yang Dihasilkan Kelompok Eltimo Food, Lampu Satu

Menyebrangi Sungai Kumbe, kami mengunjungi Kampung Kumbe setelah menempuh hampir 3 jam perjalanan darat. Di distrik ini, kami menemukan berbagai hasil olahan perikanan seperti ikan asin, produk ikan beku, terasi, dan ikan asap. Bu Sugi, salah seorang warga yang kami temui merupakan pengolah terasi resep turun temurun dari ayah mertuanya. Bahkan, Kelompok Terasaku ‘Terasi Asli Kumbe’ binaan beliau telah diberikan piagam penghargaan oleh Dinas Perikanan pada saat bazar produk perikanan di Kampung Kumbe, tahun 2017 silam.

“Salah satu tantangan utama dalam produksi terasi adalah cuaca; ketika hujan, kami tidak dapat menjemur ebi. Selain itu, musim udang juga berdampak pada produksi kami,” ungkap Bu Sugi.

Beberapa Produk Olahan yang Dihasilkan Beberapa Kelompok Masyarakat di Kumbe

Temuan Kami di Kepulauan Aru, Maluku

Melanjutkan perjalanan sebelumnya, tim TAKA berangkat menuju Pulau Dobo, Kepulauan Aru, Maluku. Pada perjalanan kali ini, kami menemukan banyak pengolah bakso ikan di wilayah Siwa Lima. Kami juga bertemu dengan warga lokal yang sedang memanen telur ikan terbang, yang sedang musim pada waktu itu. Telur ikan terbang banyak menempel pada rumput laut, sehingga warga memisahkan dengan hati-hati sebelum menjemur telur ikan hasil panennya. 

Ehdra dan Chris (Yayasan TAKA) Mewawancarai Nelayan Siwa Lima, Dobo, Kepulauan Aru

Kami juga berkesempatan untuk mengunjungi salah satu pabrik pengolah rajungan di Dobo dan melihat proses pemilahan daging rajungan untuk kebutuhan ekspor. Di pesisir Dobo, kami berbincang dengan nelayan setempat. Mereka menyatakan bahwa tangkapan yang mereka dapatkan diantaranya kakap, kerapu, cakalang.

Kemudian, kami menempuh perjalanan laut selama 5 jam untuk menuju Desa Apara dan Desa Longgar, yang terletak di bagian tenggara Pulau-Pulau Aru. Pulau yang indah ini memiliki masyarakat yang menggantungkan hidupnya dengan hasil laut. Kami menemukan banyak warga yang menjemur ikan balobo(ikan roa), teripang, dan bia mata tujuh(abalone) sepanjang jalan di depan rumah warga.

Teripang, abalone, dan ikan balobo (ikan roa) yang ditemukan sepanjang rumah warga Desa Apara

Ikan balobo, atau ikan roa (Hemiramphus spp.) merupakan tangkapan yang banyak ditemukan di daerah ini. Masyarakat kemudian memanfaatkannya dengan mengasinkan ikan balobo sebagai konsumsi yang dapat disimpan jangka panjang, serta dijual ke warga sekitar. Ketika kedatangan penjual dari Dobo, masyarakat menjual ikan asin seharga 60 ribu rupiah per kilogramnya. 

Perjalanan kami yang menakjubkan melalui wilayah Merauke, terutama di Desa Lampu Satu dan Kumbe, serta Aru, yang mencakup Desa Siwa Lima, Apara, dan Longgar, telah membawa kami pada penemuan luar biasa tentang kekayaan kuliner dan kreativitas masyarakat lokal. 

Dari ikan asin yang khas, bakso ikan dan ikan asap yang sedap, hingga terasi yang sarat dengan cita rasa, setiap temuan merupakan jejak keterampilan dan warisan budaya yang berharga. Sementara perjalanan ini telah berakhir, kami berharap untuk melihat semangat masyarakat dalam mengembangkan potensi produk hasil perikanan yang telah mereka jalani. Semoga, dengan terus memajukan akses, pelatihan, dan peralatan yang diperlukan, mereka dapat mengembangkan usaha mereka, menciptakan lapangan pekerjaan, dan memberikan kontribusi positif yang lebih besar pada ekonomi lokal dan kesejahteraan masyarakat pesisir yang istimewa ini.

(Avicenna W)

%d blogger menyukai ini: